Saat Maut Menjemput


Saat Maut Menjemput


Sebuah perenungan di pemakaman………

Sesosok tubuh berselimut kain putih terbujur kaku. Disekelilingya terlihat sanak saudara saling berangkulan, dan sesekali terdengar sesenggukan diiringi tetesan air mata kepiluan, keheningan dan kesedihan yang teramat dalam. Sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci Al Quran dari beberapa orang yang hadir menambah kepiluan mereka yang ditinggalkan. Hari ini, satu lagi saudara kita menghadap Robb-nya, tidak peduli ia siap atau tidak. Innalillaahi wa inna ilaihi raaji’un.

Saudaraku, setiap yang hidup pasti akan merasakan kematian. Hal tersebut telah termaktub dengan tegas dan lugas dalam kitab-Nya. Maka, bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk menyambut maut yang kedatangannya tidak diketahui namun pasti itu. Saat seorang saudara kita mendapatkan gilirannya untuk menghadap sang Kholiq, saat kita melihat tubuhnya membujur kaku, saat ia terbungkus kain kafan yang bersih, saat tubuh tanpa nyawa itu diusung untuk dibawa ketempat peradilan utama atas setiap ‘amalnya, dan saat kita bersama-sama menanamkan jasadnya ke dalam tanah merah serta menimbunkan tanah dan bebatuan diatas tubuhnya, sadarkah kita bahwa giliran kitapun akan tiba, bahwa waktu kita semakin dekat.

Saudaraku, pernahkah kita membayangkan betapa dahsyatnya saat maut menjemput, kita harus meregang nyawa saat Izrail pesuruh Allah menarik nyawa manusia perlahan-lahan untuk memisahkan ruh dari jasadnya…. Ketahuilah, wahai saudaraku….. Rasulullah manusia kecintaan Allah dan para malaikat-pun menjerit keras merasakan pedihnya sakaratul maut. Dan saat lepas ruh dari jasad, mata kita yang terbuka lebar dan menatap keatas, mengisyaratkan ketidakrelaan kita meninggalkan keindahan dunia atau mungkin isyarat ketakutan yang teramat sangat akan ganjaran yang akan diterimanya di akhirat.

Saudaraku………bayangkan jika saudara yang baru saja kita saksikan prosesi pemakamannya itu adalah diri kita sendiri, bayangkan juga jika kita yang terbujur kaku terbungkus kain putih itu adalah diri kita sendiri yang saat ini tengah menikmati indahnya dunia, kita begitu rapuh, tidak berdaya dan takkan bisa berbuat apa-apa yang dapat menolong kita dari peradilan Allah, kita hanya diam dan membisu dan membiarkan seluruh tubuh kita bersaksi di depan Allah dan para malaikat-Nya atas waktu dan kesempatan yang diberikan, dan kita hanya bisa menanti keputusan yang akan diberikan oleh Allah SWT.

Saudaraku………saat itu kita harus rela menerima keputusan dan menjalankan balasan atas segala perbuatan. Tentu saja pada saat itu tidak ada lagi tawar menawar, negosiasi, permohonan ma’af, belas kasihan, bahkan air matapun tidak berlaku dan tidak membuat Allah membatalkan keputusan-Nya. Karena semua kesempatan untuk itu telah diberikan saat kita hidup di dunia, hanya saja kita tidak pernah mengambil dan memanfaatkan waktu dan kesempatan yang telah ada untuk tunduk, takut, menangis berharap akan ampunan-Nya. Tidak wahai saudaraku……. semua itu telah lewat……

Saudaraku………saat tubuh kita terusung diatas kepala para sanak saudara yang mengantarkan kita ke tanah peradilan, tahukah kita bahwa saat itu kita berada di tempat paling atas dari semua yang hadir dan berjalan, tubuh dan wajah kita menghadap ke langit, itu semata untuk memberitahukan bahwa kita semakin dekat ‘tuk menghadap Allah. Tentu kita harus berterima kasih, karena masih ada saja orang-orang yang mau bersusah payah mengangkat tubuh kita dan mau bersusah payah menghantarkan, mananamkan bahkan membiayai prosesi pemakaman kita. Bayangkan jika kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan su’ul khotimah, sehingga semua orang memalingkan wajahnya dari muka penuh kotoran dosa dan kinistaan maksiat ini. Saat itu, tentu tak satupun dari orang-orang yang masih hidup menangisi kepergian kita bahkan mereka bersyukur…… na’udzubillahi min dzaalik

Saudaraku………kita tentu juga mesti bersyukur saat Allah mengizinkan tanah-tanah merah yang juga makhluq Allah itu menerima jasad kita. Padahal jika tanah-tanah itu berkehendak –atas izin Allah- mungkin ia akan menolak jasad kita karena kesombongan kita berjalan di muka bumi ini. Jika ia mau, ia tentu berkata, “Wahai manusia sombong, ketahuilah bahwa tanah ini disediakan hanya untuk orang-orang yang tunduk”. Tanah-tanah itu tentu juga bisa berteriak, ”Enyahlah kau wahai jasad penuh dosa, tanah ini begitu suci dan hanya disediakan untuk orang-orang yang beriman” Tapi, atas kehendak Allah jualah mereka tidak melakukan itu semua. Namun, tentu saat itu sudah terlambat bagi kita untuk menyadari kesalahan dan kekhilafan………….

Oleh karena itu wahai saudaraku…….. saat sekarang Allah masih memberikan waktu dan kesempatan, saat sekarang kita tengah menunggu giliran untuk datang menghadap-Nya, ingatlah selalu bahwa setiap yang hidup pasti merasakan mati. Saat kita menghantar setiap saudara kita yang meninggal, janganlah tergesa-gesa untuk kembali ke rumah, tataplah sejenak sekeliling kita, disana terhampar luas bakal tempat kita kelak, betul wahai saudaraku….. tanah-tanah merah itu sedang menanti kedatangan jasad kita. Sudahkah semua bekal kita kantungi dalam tas bekal kita yang saat ini masih terlihat kosong itu??? Wallohu a’lamu bishshwwaab………  

Posting Komentar

0 Komentar